Hanya aku yang tahu isi hatiku…

Posts tagged “Ikhlas

Keikhlasanmu Membuatku malu…

Byarrr…..!!! darah segar tiba-tiba keluar dari mulutnya…percikan-percikannya menghiasi dinding kamar mandi. Dia lari keluar kamar mandi dan berdiri dihadapan Sulis, “mba…” ujarnya dengan mata terbelalak karna shock. tisue yang digenggamnya sudah tak mampu menahan aliran darah kental yang keluar dari mulutnya.

“Astagfirullah..mas, ayo kita ke dokter!” tak ada tindakan spontan yang bisa sulis lakukan disaat melihat noda darah memenuhi baju ‘koko’nya selain mengajak ke dokter.

Sulis langsung mengajak mas Kus ke dokter yang hanya berjarak 1 blok dari kantor dengan berjalan kaki. kecepatan langkahnya bahkan melebihi detak jantungnya sendiri hingga mas Kus pun tertinggal jauh di belakang. Yah, kepanikannya mengalahkan kecerdasan otaknya. Tak sempat terfikir olehnya bahwa mas Kus tak mampu berjalan dengan baik dalam kondisi seperti itu. Tak terfikir pula olehnya untuk membawa mas Kus dengan kendaraan bermotor yang terparkir manis depan kantor.

“Coba di bawa ke Laboratorium mba biar bisa di cek darah” begitu kata dokter kliniknya.

Saat itu juga Sulis menghubungiku. Tak mau membuatku panik, dia menyetting suaranya setenang mungkin.

“Assalamualaikum…” jawabku ketika ponsel berdering.

“Waalaikumsalam…sen, bisa ke Prodia ga sekarang?”

“kenapa?”

“ini mas Kus…”Sulis tak mampu meneruskan kalimatnya.

Deg…Aku langsung teringat cerita mas Kus tadi pagi “Mba, kok tadi pagi pas saya batuk keluar darah ya?”

tanpa pikir panjang, ku ambil tas dan segera berlari meninggalkan makan malam yang baru saja akan kusentuh.

Detak jantungku semakin cepat…bukan hanya karna lelah berlari, tapi karna shock mendapat telfon dari sulis tadi.

Dari luar Prodia bagai rumah hantu yang mampu membangunkan rasa takutku seketika. Detak jantungku semakin tak bisa di ajak kompromi. Aku langsung ke bagian administrasi untuk menyelesaikan pembayaran hingga akhirnya aku melihat mas Kus terduduk di ruang tunggu. Ada yang lain dari wajahnya…kulitnya yang putih bersih dan bersinar itu kini berubah jadi pucat!!! tak ada senyum diwajahnya. Aku bahkan tak berani mengusiknya walau hanya untuk bertanya ‘kenapa mas?’

“Kita bawa aja ke RS.A ya…” sulis beriniiatif

“Kenapa ga dibawa ke UGD RS.B sih?”

“Udah yang deket aja…!”

Ok…aku tak mau berdebat masalah rumah sakit mana yang harus kami datangi, wasting time. Yang penting sekarang gimana caranya mas Kus ditangani langsung oleh dokter.

Sejam..Dua Jam.. belum ada diagnosa dokter yang bisa kami gunakan agar mas Kus mendapat tindakan selanjutnya.

Ingin rasanya aku membawa kabur Mas Kus ke RS yang jauh lebih baik, yang bisa menanganinya dengan cepat.

“Kita coba observasi dulu, kalo ternyata hasilnya bagus, boleh pulang. Tapi kalo jelek, kayaknya harus dibawa ke RS Paru Cisarua” Deg…hatiku rasanya sakit mendengar pernyataan dokter. Tak pernah menyangka Mas Kus yang selalu terlihat ceria dan bersemangat itu ternyata bermasalah dengan paru-paru… dalam benakku muncul kecurigaan ‘benarkah diagnosa ini? padahal tadi dokternya menyatakan kalau mas Kus mengalami masalah dengan pencernaannya’ tapi ya sudahlah, bagaimana pun aku tidak lebih tahu dari dokter. Jadi kuterima saja pernyataan dokter itu bulat-bulat.

Saat semua fokus melihat dokter menyiapkan jarum dan cairan infuse, mas Kus bilang “saya solat dulu Dok..” Deg, aku tersentak. Hal yang biasa memang orang izin solat, tapi dalam keadaan darurat seperti ini, sesaat sebelum diinfus, dia masih ingat bahwa dia belum solat. Sungguh, itu membuatku malu. Mungkin kebanyakan dari kita, bahkan aku sendiri, jika mengalami hal seperti itu takkan mengingat apapun, yang penting segera dilakukan tindakan penyelamatan. Karna jika melihat pipinya yang merah, sudah pasti dia merasakan panas yang luar biasa dari dalam tubuhnya. Tapi tidak dengan Mas Kus.

Mas Kus diberi obat penahan agar darah tidak keluar dari tenggorokannya.

30 menit setelah obat itu disuntikkan kedalam tabung infus, bukannya menangkal, darah malah mengalir terus menerus dari mulut dan hidungnya tanpa henti. Kepanikan terjadi. Sulis terlihat begitu shock didalam. Aku hanya bisa menunggu di luar ruang UGD dengan teman-teman yang lain. Ingin rasanya aku menguatkan dia, tapi aku sadar, ada batasan yang tak bisa kulalui dalam keadaan seperti ini pun. Aku seorang wanita yang bukan muhrimnya. Maaf…Aku hanya bisa mendoakan dari luar “Ya Allah, aku tahu Engkau takkan memberi cobaan diluar kemampuan hambanya. Semoga mas Kus mampu melalui cobaan ini.”

Setelah situasi agak tenang, aku sempatkan untuk melihat kondisi mas Kus didalam. Pucat!!! bagaikan Edward Cullen yang tak minum darah selama seminggu.

“Mas Kus…” aku coba untuk menyapanya. Tak ada kata yang bisa keluar dari mulutku melihat kondisinya seperti itu. Darah berceceran di lantai, tissue gulung pun sudah habis digunakan untuk menyumbat hidungnya yang tak pernah berhenti mengeluarkan darah. Namun tak sedikitpun kutangkap ada rasa kesal diwajahnya. Mas Kus tersenyum simpul padaku. Subhanallah.. Dia begitu ikhlas… Tak seperti kebanyakan orang, bahkan aku sendiri, yang selalu mengeluh ketika sedang kesakitan yang tak seberapa…sungguh, dia membuatku malu…

“Yang sabar ya mas, yang penting ikhlas…” hanya kata2 itu yang mampu kuucapkan. Mas Kus tersenyum “iya mba…” jawabnya. Senyum tak pernah hilang dari bibirnya hingga saat ini. Istigfar selalu menghiasi bibirnya yang berlumur darah. Mungkin dia sedang meminta maaf kepada Allah atas segala dosa yang diperbuatnya hingga diberi cobaan seperti itu. Well…itu hanya pikiranku saja… 🙂

Sudah 2 jam semenjak darah itu tak berhenti mengalir dari lubang hidung dan mulut mas Kus, akhirnya kami menemukan Rumah Sakit yang mau menerima perawatannya. Alhamdulillah… Tanpa fikir panjang langsung kami larikan Mas Kus ke RS tersebut dan langsung dilakukan tindakan. Alhamdulillah…

Besok Paginya kuhubungi ponsel Mas Kus “Assalamualaikum…”

“Wa’alaikumsalam wr wb..iya mba..” Alhamdulillah, aku sudah bisa merasakan kepulihan dia lewat suaranya yang bersemangat. Semoga ini untuk yang pertama dan terakhir kalinya.

Darinya aku belajar keikhlasan, darinya pula aku belajar kesabaran…

Semoga kita semua bisa menjadi orang-orang yang sabar dan ikhlas. Amin…

Based on True Story, cuma namanya agak disamarkan. dikit… 🙂


Buat apa kita puasa?

“kenapa emang harus puasa?”

deg…seingatku jarang ada orang menanyakan itu kepadaku, lebih-lebih dari seorang anak umur 4 tahun yang ingin tahu kenapa dibulan Ramadhan orang-orang libur makan dan minum. Remeh memang, tapi aku memang harus benar-benar memutar otak agar tidak salah memberi jawaban. Aku pernah membaca bahwa umur2 segitu (balita) adalah masa dimana ingatan mereka benar-benar kuat menyerap sesuatu, dan akan dibawanya hingga dewasa.

soalnya…
“Puasa, puasa sebulan penuh puasa…
Puasa, puasa Ramadhan bulan mulia…
Puasa, puasa wajib bagi yang beriman…
puasa, puasa sebetulnya menyehatkan…
Jadi, puasa itu biar kita sehat. Sama aja kaya dede kalo terus-terusan maen, lari-larian ga istirahat, cape kan? lama-kelamaan sakit deh. Perut juga gitu, harus istirahat. kalo terus-terusan makan ga ada istirahatnya bisa sakit.”
Aku berusaha menjelaskan dengan menyanyikan lagu bimbo walau aku tahu benar suaraku terdengar seperti radio butut yang sudah saatnya di LemBiRu. Aku berusaha mencari jawaban yang paling mudah dicerna anak seumuran dia.
Dia termenung sambil menatapku, seakan benar-benar mengerti apa yang aku jelaskan.
“Aku juga mau puasa, engga makan dengan minum. kuat aku sampe jam 6” wajahnya tampak serius saat mengatakan keinginannya untuk puasa. Aku tersenyum…senang rasanya ketika adikku ingin puasa tanpa disuruh ataupun dipaksa, hanya karna peduli lingkungannya.
“yaudah, berarti dede ga boleh makan dengan minum ya…kuat emang?”
“kuat!” katanya penuh rasa bangga. Aku pun semakin bangga melihatnya.

5 menit kemudian…

“teh minta uang seribu, aku mau jajan”
“Loh, katanya dede mau puasa, tapi jajan.”
“iya aku puasa. kan engga makan, engga minum. tapi aku mau jajan, kan engga puasa jajan mah”
hahaha…seketika aku dibuat terbahak-bahak oleh malaikat kecil itu. Dia semangat ingin puasa karna malas makan, tapi untuk urusan jajan…tidak ada malas, jadi ya tidak ada istilah puasa jajan. hehe…


Beramal itu mudah kok…

Pernah merasa kurang nyaman dengan para pengamen jalanan yang semakin hari semakin banyak? mulai dari bapak2 yang hanya bisa memainkan kunci C dan G pada gitar hingga bocah-bocah yang lebih memilih dijalanan daripada sekolah. Mmm…aku ralat, mereka dijalanan karna keadaan katanya, walau sebenarnya sekarang sekolah gratis dimana-mana.
Atau merasa risih disetiap sudut kota dimanapun kita berada akan selalu ada “pengemis” walaupun pemerintah sudah melarangnya. ya…itu pekerjaan termudah yang bisa menyelamatkan hidup ketika seseorang tidak memiliki modal untuk berwiraswasta dan tidak memiliki keahlian untuk bekerja.
Tolong…jangan merasa risih atau tidak nyaman. Bersyukurlah kita tidak diposisi mereka. Dan jangan jadikan peraturan sebagai alasan kita untuk tidak berbagi rezeki dengan mereka.
“peraturannya kan ga boleh tau, jadi ngapain kita ngasih?”
atau…
“jangan dibiasain, tar mereka mala keenakan.makin banyak aja tuh pengamen sm pengemis dijalanan.”
bahkan…
“kalo sekali dua kali sih gapapa, tapi klo terus-terusan? kerasa juga tau. sehari seribu, klo berhari-hari?”

Pernah terlintas pikiran-pikiran seperti itu? atau pernah mendengar orang bicara begitu pada kita?
Tolong…mereka hanya berusaha bertahan hidup kok. apalah arti uang seribu jika Allah menjanjikan sepuluh ribu, seratus ribu, bahkan lebih untk kita? biarlah pemerintah memberlakukan peraturannya, karna memang itu tugas mereka agar negara kita ini tertib, dan tidak jadi “negara pengemis”. Tapi selama mereka masih ada, dan menyodorkan tangannya, tidak ada salahnya bukan kita memberi? disaat kita memang benar-benar tidak punya, senyum saja dan katakan “maaf”. kurasa mereka akan lebih mengerti dan tidak mengeluarkan kata-kata yang kasar. inget loh, senyum juga ibadah kan?

Yang penting jangan perhitungan dan jangan pernah mengingat apa saja yang pernah kita beri pada orang lain, keluarin aja, mudah kan? begitu kata dosenku…

Mudah sih, semoga semudah dalam prakteknya ya…amin.


Negri 5 Menara

Penulis : A. Fuadi

Pernah mendengar judul buku ini? mungkin sebagian besar orang pernah mendengar, bahkan sudah membacanya berkali-kali. Ini salah satu buku yang kubaca dalam 4 bulan ini.

Buku ini mengisahkan pengalaman hidup penulis di sebuah pondok yang bernama “Pondok Madani”. Orang lebih mengenal pondok ini dengan Gontor, begitupun Aku.

Ada kalimat favorit dalam buku ini yang membuatku selalu bersemangat dan lebih positif menatap masa depanku “Man Jadda Wajada…!” siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil. Bukan pertama kalinya aku mendengar kalimat itu, namun setelah membaca buku negri 5 menara, kalimat itu bagai kalimat ajaib yang baru kudengar dan mampu menyetrum semangatku.

Bukan hanya itu, kegiatan-kegiatan yang digambarkan dalam buku ini, benar-benar membuatku iri dan membawaku melayang ke beberapa tahun silam. Keinginanku masuk pesantren sangat kuat saat itu, tapi apalah daya Tuhan memberikan jalan lain yang mungkin lebih baik untukku.

Ilahi lastu lilfirdausi ahla,
Walaa aqwa ‘ala naaril jahiimi,
Fahabli taubatan waghfir dzunubi,
Fainaka ghafirudz-dzanbil ‘adzimi…

potongan syair Abu Nawas yang tertulis dalam buku ini membuatku menitikan air mata…
Ah…entah sudah berapa lama aku tak menyadari betapa banyak dosa-doaku, bagai butir pasir dipantai yang takkan pernah habis dikeruk.

Mungkin karna aku jarang mendengar syair ini dilantunkan di mesjid dekat rumahku, kecuali bulan Ramadhan, itupun hanya sore hari menjelang buka. Ah…kemana saja aku selama ini?

Satu hal lagi yang aku suka dari buku ini, A. Fuadi benar-benar bisa mengajariku arti “Iklas”…yang hingga sesaat sebelum membaca buku ini sangat sulit kupraktekan. Fiuh…benar-benar buku yang membuatku sadar betapa banyak kekuranganku sebagai seorang muslim.

Ini adalah buku yang kusarankan untuk dibaca. Dan kalian akan berterima kasih kepadaku karna telah menyarankannya…Selamat membaca…yang ga punya bukunya, BELI…!!! hehehe…promosi gratis.